Pada hakikatnya,
tidak ada satu orang-pun yang bercita-cita menjadi Pedila (perempuan yang dilacurkan). Beraneka
ragam alasan seseorang menjalani profesi sebagai Pedila. Faktor ekonomi merupakan alasan klasik ka
rena pada umumnya mereka berasal dari keluarga kurang mampu atau miskin. Melalui kegiatan prostitusi maka WPS secara sadar atau tidak sadar telah membahayakan kesehatan dan keselamatan dirinya sendiri dan orang lain karena rawan tertular beberapa penyakit seksual yang berbahaya. Hal ini diakibatkan seringnya berganti pasangan untuk melakukan hubungan seksual tanpa mengetahui riwayat kesehatan masing-masing pasangan yang diajak melakukan hubungan.
rena pada umumnya mereka berasal dari keluarga kurang mampu atau miskin. Melalui kegiatan prostitusi maka WPS secara sadar atau tidak sadar telah membahayakan kesehatan dan keselamatan dirinya sendiri dan orang lain karena rawan tertular beberapa penyakit seksual yang berbahaya. Hal ini diakibatkan seringnya berganti pasangan untuk melakukan hubungan seksual tanpa mengetahui riwayat kesehatan masing-masing pasangan yang diajak melakukan hubungan.
Penghapusan
kegiatan para WPS seperti penutupan lokalisasi yang sedang marak diperbincangkan
atau operasi penertiban tampaknya tidak mungkin. Justru ini akan menimbulkan
dampak lain dan tidak menyelesaikan masalah. Hal yang paling mungkin dilakukan
adalah tindakan agar dampak negatif yang ditimbulkan tidak meluas ke masyarakat,
seperti munculnya IMS dan HIV/AIDS dapat dicegah melalui penggunaan kondom.
Salah satu faktor
risiko tingginya penularan IMS dan HIV/AIDS adalah benyaknya pelanggan yang
dilayani seorang Pedila. Makin banyak pelanggan, makin besar kemungkinan tertular
HIV. Sebaliknya, apabila Pedila telah terinfeksi IMS dan HIV/AIDS maka makin
banyak pelanggan yang mungkin tertular dari WPS tersebut. Akan tetapi,
sedikitnya jumlah pelanggan dapat memperlemah kekuatan negosiasi WPS dalam
pemakaian kondom karena mereka merasa takut kehilangan pelanggan.
Berita yang
berasumsi bahwa Pedila adalah sumber penularan HIV/AIDS masih menjadi masalah
utama. Padahal, jika dikaitkan dengan epidemi HIV/AIDS, praktek pelayanan
seksual WPS juga perlu ditelusuri. Pada dasarnya, Pedila tidak perlu tertular dari
pelanggannya serta tidak perlu menularkan IMS dan HIV/AIDS pula, asalkan mereka
mempraktekkan safe sex yaitu selalu
menggunakan kondom pada saat berhubungan seksual dengan tamu atau pelanggannya.
Banyak kendala yang
ditemui untuk mempraktekkan safe sex ini.
Salah satunya adalah masih banyak Pedila yang tetap melaksanakan aktivitas seksual
dengan tidak menggunakan kondom karena alasan kebutuhan ekonomi. Latar belakang
ekonomi yang berbeda antara pelanggan dengan penjaja seks menimbulkan
ketidaksetaraan antara posisi pihak yang memiliki kekuasaan dengan
ketidakberdayaan WPS. Selain itu, banyak Pedila masih percaya dengan pemakaian
antibiotik dan kebiasaan mencuci vagina dengan air sirih secara rutin dapat
menghindarkan dirinya dari IMS meskipun tanpa memakai kondom pada saat melayani
pelanggan.
Sebagian besar Pedila
sudah menyediakan kondom untuk setiap pelanggannya agar selalu safe sex, tetapi mereka belum mampu
menolak bayaran yang mahal dari pelanggan dan juga belum mampu untuk menolak
pelanggan yang tidak mau memakai kondom serta tidak mampu jika tidak menurut
kepada mucikari yang tetap menyuruh melayani pelanggan meskipun tidak safe sex. Banyak resiko yang harus
mereka tanggung apabila menolak melayani pelanggan yang tidak mau memakai
kondom. Mereka akan kehilangan pelanggannya tersebut dan yang pasti mereka
kehilangan pundi-pundi uang yang sangat mereka butuhkan. Oleh sebab itu, Pedila
memilih tetap melayani pelanggan meskipun tanpa memakai kondom. Hal ini dapat
dipahami karena posisi pelanggan sebagai pembeli dan ketidakberdayaan WPS sebagai
tulang punggung sehingga tidak punya pilihan selain menuruti kemauan pelanggan
untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Tegal – 25 Juni 2014
Yusi Oktavisaktiani
0 komentar:
Posting Komentar