7/14/2014

“Sri“ Salah Satu Pedila Lokalisasi Pantura Kramat Tegal



  “Sri” adalah seorang Pedila yang tinggal di salah satu komplek lokalisasi pantura Maribaya Tegal. Alasan perempuan kelahiran J***** 38 tahun silam ini menjadi seorang Pedila, bagi saya mengejutkan, sekaligus telah membuat hati saya merasa getir. Kisahnya menjadi lebih manusiawi dibandingkan jawaban-jawaban lain yang terkesan menyalahkan keadaan dan menimpakan tanggung jawab terhadap orang lain. Wajahnya memang manis, bahkan nyaris “innocent”, wajah yang bisa
dimiliki oleh ibu-ibu yang mengasihi suami dan anak-anaknya. Ijazah yang dimilikinya hanya sampai Sekolah Dasar, ketrampilan tidak dimilikinya, sementara ketiadaan uang menjadi makanannya sehari-hari. Maka syahlah menurut anggapannya kalau ia berikan tubuhnya untuk laki-laki yang bukan suaminya. “Sri” tidak pernah menyesali nasibnya, karena lika-liku jaringan perdagangan “seonggok daging” yang bernama seks melibatkan banyak pihak seperti mucikari dan sebagainya ia hanya menerima bersih uang sebesar Rp 75.000,-. Sebagian besar lainnya dipotong untuk ongkos
transport lokal, makan, dan penginapan wisma yang ia tinggali.
Persoalan yang dihadapinya memang sangat dilematik. Sekarang, prinsipnya adalah mencari uang dengan menjual tubuhnya. Kenikmatan hubungan seks dan hubungan emosional tidak pernah dirasakan dan dihayatinya lagi. Ia tidak pernah membeda-bedakan tamunya, baik yang tampan maupun yang tidak, yang tua maupun yang muda..yang terpenting ia telah melakukan sesuatu yang profesional, ia menjual tubuhnya dan konsumen membelinya. “Sri” memiliki pandangan yang menarik tentang hal ini, ia mengatakan bahwa yang kebetulan tidak tampan dan tua pun tidak dapat diremehkan karena mereka mempunyai maksud yang sama yakni melampiaskan nafsu seksualnya. Ia berpendapat bahwa sudah menjadi tugas kehidupannya sebagai manusia, melayani laki-laki yang menginginkan pemuasan nafsu seksualnya melalui tubuh keperempuannya.
Seseorang yang telah memilih menjadi pelacur atau Pedila harus dilihat sejauhmana ia melakukannya secara sadar. Seseorang yang memilih keburukan dalam mata rantai hidupnya, sesungguhnya tidak boleh dianggap remeh, sebab bagaimanapun ia telah mempertaruhkan hidupnya. Aturan-aturan moral hanyalah sistem norma yang bersifat menunjukkan secara umum mana perbuatan baik dan mana perbuatan buruk berdasarkan kaidah yang ada. Namun harus diingat ada aturan moral pula yang menghormati pilihan sadar orang lain. Hal ini tidak bisa dihindarkan karena setiap orang pasti memiliki pengalaman, pandangan hidup yang berbeda, bahkan seringkali tidak mampu dipahami oleh orang lain. Persoalan krusial kita adalah bagaimana dapat melihat secara jernih dan obyektif pilihan hidup sebagai Pedila. Mengapa ada orang yang memilih keburukan sebagai bagian dari hidupnya? Pilihan untuk bertindak tentunya selalu terkait dengan sebab yang mendahuluinya. Walaupun demikian, di sisi lain ada pertanyaan penting yang perlu dijawab pula oleh si Pedila: “Apakah memang benar keputusan untuk menjadi Pedila merupakan satu-satunya alternatif?”.




Thanks for reading and Leave your comment guys

0 komentar:

Posting Komentar


 
Sheyuos 'Yucy' Cicicuit Blogger Template by Ipietoon Blogger Template